PROSES PEMBUATAN ALUMINIUM



Pembuatan Aluminium terjadi dalam dua tahap:
       1. Proses Bayer merupakan proses pemurnian bijih bauksit untuk memperoleh aluminium oksida        (alumina), dan
    2. Proses Hall-Heroult merupakan proses peleburan aluminium oksida untuk menghasilkan       aluminium murni.

        1.        Proses Bayer
Bijih bauksit mengandung 50-60% Al2O3 yang bercampur dengan zat-zat pengotor terutama Fe2O3 dan SiO2. Untuk memisahkan Al2O3 dari zat-zat yang tidak dikehendaki, kita memanfaatkan sifat amfoter dari Al2O3.
  

Tahapan dalam Proses Bayer:
  1. Pertama, bijih bauksit diambil dari tambang.
  2.   Lalu, bijih bauksit tersebut dihancurkan atau dihaluskan secara mekanik
  3. Impurities (pengotor) dihilangkan dengan cara memanaskan serbuk bauksit dalam udara            sehingga logam-logam lain teroksidasi. Misalnya besi teroksidasi menjadi Fe2O3 
  4. Kemudian, serbuk bijih yang telah dipanaskan direaksikan dengan soda kaustik atau larutan      Natrium hidroksida (NaOH) pekat dan diproses di pabrik penggilingan untuk menghasilkan       lumpur (suspensi berair) yang mengandung partikel-partikel bijih yang sangat halus. 
  5. Suspensi berair tadi dipompa ke digester, yaitu sebuah tangki yang berfungsi seperti panci presto
 Larutan ini diproses pada suhu dan tekanan yang tinggi untuk melarutkan alumina dalam bijih.           Larutan dipanaskan sampai 230-520 ° F (110-270 ° C) dan dengan tekanan 50 lb / dalam 2                 (340  kPa). Kondisi ini, dilakukan selama sekitar setengah jam atau hingga beberapa jam. Pada             prosesnya penambahan NaOH dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh senyawa aluminium          yang terkandung terlarut. Proses ini akan memisahkan bijih dari kotoran yang tidak larut seperti           senyawa silika, besi dan titanium.  
6.  Larutan panas dilewatkan melalui serangkaian tangki.
                  7. Larutan kemudian dipompa ke dalam tangki pengendapan. Larutan SiO32- dan [Al(OH)4]- akan               ditampung.
    Ketika suspensi berair berada di dalam tangki ini, pengotor yang tidak larut dalam NaOH akan           mengendap di bagian bawah tangki. Residu (disebut "red mud" atau “lumpur merah”) yang                  terakumulasi di dasar tangki terdiri dari pasir halus, oksida besi, dan oksida dari unsur lain seperti      titanium.
Al2O3 dan SiO2 akan larut, sedangkan Fe2O3 dan pengotor lainnya tidak larut (mengendap).
 




Al2O3 (s) + 2OH- (aq) + 3H2O        ----->      2Al(OH)4- (aq)
            SiO2 (s) + 2OH- (aq)         ----->         SiO32- (aq) + H2
  8. Setelah pengotor telah diendapkan, masih ada larutan yang tersisa (filtrat) yang                         kemudian   dipompa  melalui serangkaian filter (penyaring). Setiap partikel-partikel halus dari pengotor yang   masih ada dalam larutan juga akan tersaring.
                9. Larutan yang telah disaring akan dipompa melalui serangkaian tangki pengendapan.
       10. Larutan itu kemudian direaksikan dengan asam encer, yaitu larutan HCl. Ion silikat tetap larut, sedangkan ion aluminat akan diendapkan sebagai Al(OH)3.
                                         AlO2- (aq) + H+ (aq)       ------>                 Al(OH)3 (s)  
        Atau dengan cara dialirkan CO2 ke dalam larutan tersebut sehingga ion aluminat akan diendapkan sebagai Al(OH)3.
                          AlO2- (aq) + CO2 (g)       ------>                Al(OH)3 (s)   
          11. Endapan kristal atau Al(OH)3 (s) (mengendap di bagian bawah tangki) sedangkan SiO32- tetap larut. 
             12. Kemudian endapan Al(OH)3 disaring dan diambil.
      13. Setelah dicuci, endapan Al(OH)3 dipindahkan ke pengering untuk dilakukan proses kalsinasi (pemanasan untuk melepaskan molekul air yang secara kimiawi terikat pada molekul alumina). Suhu 2.000 ° F (1.100 ° C) akan mendorong lepasnya molekul air, sehingga hanya tinggal Kristal alumina anhidrat. Setelah meninggalkan tungku pengering, kristal akan melewati pendingin.
        14. Setelah itu, maka terbentuklah serbuk Al2O3 murni (korundum).
        

                                               2Al(OH)3 (s)         -------->             Al2O3 (s) + 3H2O (g)


              2.             Proses Hall-Heroult

Setelah diperoleh Al2O3 murni, maka proses selanjutnya adalah elektrolisis leburan Al2O3. Pada elektrolisis ini Al2O3 dicampur dengan CaF2 dan  2-8% kriolit (Na3AlF6) yang berfungsi untuk menurunkan titik lebur Al2O3 (titik lebur Al2O3 murni mencapai 2000 0C), campuran tersebut akan melebur pada suhu antara 850-950 0C. Anode dan katodenya terbuat dari grafit. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:

 
                  Al2O3 (l)      ----->       2Al3+ (l) + 3O2- (l)

Anode (+):      3O2- (l)         ----->              3/2 O2 (g) + 6e
Katode (-):      2Al3+ (l) + 6e-     ----->           2Al (l)
             Reaksi sel:       2Al3+ (l) + 3O2- (l)       ----->            2Al (l) + 3/2 O2 (g)
Peleburan alumina menjadi aluminium logam terjadi dalam tong baja yang disebut pot reduksi atau sel elektrolisis. Bagian bawah pot dilapisi dengan karbon, yang bertindak sebagai suatu elektroda (konduktor arus listrik) dari sistem. Secara umum pada proses ini, leburan alumina dielektrolisis, dimana lelehan tersebut dicampur dengan lelehan elektrolit kriolit dan CaF2 di dalam pot dimana pada pot tersebut terikat serangkaian batang karbon dibagian atas pot sebagai katoda. Karbon anoda berada dibagian bawah pot sebagai lapisan pot, dengan aliran arus kuat 5-10 V antara anoda dan katodanya proses elektrolisis terjadi. Tetapi, arus listrik dapat diperbesar sesuai keperluan, seperti dalam keperluan industri.
Alumina mengalami pemutusan ikatan akibat elektrolisis, lelehan aluminium akan menuju kebawah pot, yang secara berkala akan ditampung menuju cetakan berbentuk silinder atau lempengan. Masing – masing pot dapat menghasilkan 66.000-110.000 ton aluminium per tahun(Anonymous,2009). Secara umum, 4 ton bauksit akan menghasilkan 2 ton alumina, yang nantinya akan menghasilkan 1 ton alumunium.
    1. Di dalam pot reduksi (sel elektrolisis), kristal alumina dilarutkan dalam pelarut lelehan kriolit (Na3AlF6)  cair dan CaF2 pada suhu 1.760-1.780 ° F (960-970 ° C) untuk membentuk suatu larutan elektrolit yang akan menghantarkan listrik dari batang karbon (Katoda) menuju Lapisan-Karbon (Anoda).
      2. Sebuah arus searah (5-10 volt dan 100.000-230.000 ampere) dilewatkan melalui larutan. Reaksi yang dihasilkan akan memecah ikatan antara aluminium dan atom oksigen dalam molekul alumina. Oksigen yang dilepaskan tertarik ke batang karbon, di mana ia membentuk karbon dioksida. Atom-atom aluminium dibebaskan dan mengendap di bagian bawah pot sebagai logam cair.

      3. Proses peleburan dilanjutkan, dengan penambahan alumina pada larutan kriolit untuk menggantikan senyawa yang terdekomposisi. Arus listrik konstan tetap dialirkan. Panas yang berasal dari aliran listrik menjaga agar isi pot tetap berada pada keadaan cair.
     4.  Lelehan aluminium murni terkumpul dibawah pot.
     5. Lelehan yang sudah terkumpul ini dipindahkan ke tungku penyimpanan dan kemudian dituangkan ke dalam cetakan sebagai batangan atau lempengan.
    6. Ketika logam diisi ke dalam cetakan, bagian luar cetakan didinginkan dengan air, yang menyebabkan aliminium menjadi padat.
     7. Logam murni yang padat dapat dibentuk dengan penggergajian sesuai dengan kebutuhan.
Dengan proses Hall-Heroult ini, aluminium diproduksi secara massal dan murah.
 


 


Komentar

Postingan Populer